Status
Penyakit blas (Pyricularia grisea)
merupakan penyakit penting terutama pada padi gogo tersebar di seluruh
daerah pengahsil padi gogo di Indonesia. Daerah endemik penyakit blas
di Indonesia adalah Lampung, Sumatera Selatan, Jambi, Sumatera Barat,
Sulawesi Tangah, Sulawesi Tenggara, dan Jawa Barat bagian selatan
(Sukabumi dan Garut).
Akhir-akhir ini penyakit blas khususnya blas leher menjadi tantangan
yang lebih serius karena banyak ditemukan pada beberapa varietas padi
sawah di Jalur Pantura Jawa Barat. Penyebab penyakit dapat menginfeksi
tanaman pada semua stadium tumbuh dan menyebabkan tanaman puso. Pada
tanaman stadium vegetatif biasanya menginfeksi bagian daun, disebut
blas daun (leaf blast). Pada stadium generatif selain menginfeksi daun juga menginfeksi leher malai disebut blas leher (neck blast).
Biologi dan Ekologi
Gejala penyakit blas
dapat timbul pada daun, batang, malai, dan gabah, tetapi yang umum
adalah pada daun dan pada leher malai. Gejala pada daun berupa
bercak-bercak berbentuk seperti belah ketupat dengan ujung runcing.
Pusat bercak berwarna kelabu atau keputih-putihan dan biasanya
memmpunyai tepi coklat atau coklat kemerahan. Gejala penyakit blas yang
khas adalah busuknya ujung tangkai malai yang disebut busuk leher (neck rot).
Tangkai malai yang busuk mudah patah dan menyebabkan gabah hampa. Pada
gabah yang sakit terdapat bercak-bercak kecil yang bulat.
Penularan penyakit
terutama terjadi melalui konidia yang terbawa angin. Konidia dibentuk
dan dilepas waktu malam, meskipun serimg terjadi siang hari sehabis
turun hujan. Konidium ini hanya dilepaskan jika kelembaban nisbi udara
lebih tinggi dari 90%. Pelepasan terjadi secara eksplosif, karena
pecahnya sel kecil di bawah konidium sebagai akibat dari pengaruh
tekanan osmotik. Penetrasi kebanyakan terjadi secara langsung dengan
menembus kutikula. Permukaan atas daun dan daun-daun yang lebih muda
lebih mudah dipenetrasi. Patogen P. oryzae dapat mempertahankan diri pada sisa-sisa tanaman dan gabah dalam bentuk miselium dan konidium.
Tingkat keparahan
penyakit blas sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Kelebihan
nitrogen dan kekurangan air menambah kerentanan tanaman. Diduga bahwa
kedua faktor tersebut menyebabkan kadar silikon tanaman rendah.
Kandungan silikon dalam jaringan tanaman menentukan ketebalan dan
kekerasan dinding sel sehingga mempengaruhi terjadinya penetrasi patogen
kedalam jaringan tanaman. Tanaman padi yang berkadar silikon rendah
akan lebih rentan terhadap infeksi patogen. Pupuk nitrogen berkorelasi
positif terhadap keparahan penyakit blas. Artinya makin tinggi pupuk
nitrogen keparahan penyakit makin tinggi.
Perkecambahan konidium Pyricularia grisea
memerlukan air. Jangka waktu pengembunan atau air hujan merupakan
kondisi yang sangat menentukan bagi konidium yang menempel pada
permukaan daun untuk berkecambah dan selanjutnya menginfeksi jaringan
tanaman. Bila kondisi sangat baik yaitu periode basah lebih dari 5 jam,
sekitar 50% konidium dapat menginfeksi jaringan tanaman dalam waktu
6-10 jam. Suhu optimum untuk perkecambahan konidium dan pembentukan
apresorium adalah 25-28 C.
Pengendalian
Usaha pengendalian penyakit blas yang
sampai saat ini dianggap paling efektif adalah dengan varietas tahan.
Varietas Limboto, Way Rarem, dan Jatiluhur di beberapa tempat di
Purwakarta, Subang, dan Indramayu tergolong tahan terhadap penyakit blas
leher. Patogen P. grisea sangat mudah membentuk ras baru
yang lebih virulen dan ketahanan varietas sangat ditentukan oleh
dominasi ras patogen. Hal ini menyebabkan penggunaan varietas tahan
sangat dibatasi oleh waktu dan tempat. Artinya varietas yang semula
tahan akan menjadi rentan setelah ditanam beberapa musim dan varietas
yang tahan di satu tempat mungkin rentan di tampat lain. Ketahanan
varietas yang hanya ditentukan oleh satu gen (monogenic resistant) mudah terpatahkan. Untuk itu pembentukan varietas tahan yang memiliki lebih dari satu gen tahan (polygenic resistant)
sangat diperlukan. Penggunaan varietas harus disesuaikan dengan
kondisi struktur populasi ras yang ada. Pergiliran varietas dengan
varietas unggul lokal yang umumnya tahan terhadap penyakit blas sangat
dianjurkan. Penyakit blas merupakan penyakit yang terbawa benih (seed borne pathogen), maka untuk mencegah penyakit blas dianjurkan tidak menggunakan benih yang berasal dari daerah endemis penyakit blas.
Mengingat ketahanan varietas terhadap
penyakit blas tidak bisa berlangsung lama maka penggunaan varietas tahan
perlu didukung dengan komponen pengendalian lain. Fungisida merupakan
teknologi yang sangat praktis dalam mengatasi penyakit blas, namun
sering kali menimbulkan efek samping yang kurang baik diantaranya
menimbulkan resistensi patogen dan pencemaran lingkungan. Oleh karena
itu agar fungisida dapat digunakan seefektif mungkin dengan efek samping
yang sekecil mungkin, maka fungisida harus digunakan secara rasional
yaitu harus diperhitungkan tentang jenis, dosis, dan waktu aplikasi yang
tepat. Beberapa jenis fungisida yang dianjurkan untuk mengendalikan
penyakit blas adalah Topsin 500 F, Topsin 70 WP, Kasumiron 25/1 WP, dan
Delsene MX 80 WP.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar