Status
Hawar pelepah padi menjadi penyakit yang semakin penting di beberapa
negara penghasil padi. Di Indonesia, hawar pelepah mudah ditemukan pada
ekosistem padi dataran tinggi sampai dataran rendah. Gejala penyakit
dimulai pada bagian pelepah dekat permukaan air.
Gejala berupa bercak-bercak besar berbentuk jorong, tepi tidak teratur
berwarna coklat dan bagian tengah berwarna putih pucat. Semenjak
dikembangkan varietas padi yang beranakan banyak dan didukung oleh
pemberian pupuk yang berlebihan terutama nitrogen, serta cara tanam
dengan jarak yang rapat menyebabkan perkembangan hawar pelepah semakin
parah. Kehilangan hasil padi akibat penyakit hawar pelepah dapat
mencapai 30%.
Biologi dan Ekologi
Penyakit
hawar pelepah mulai terlihat berkembang di sawah pada saat tanaman
padi stadia anakan maksimum dan terus berkembang sampai menjelang
panen, namun kadang tanaman padi di pembibitan dapat terinfeksi parah.
Rhizoctonia solani Kuhn termasuk cendawan tanah, sehingga disamping
dapat bersifat sebagai parasit juga dapat sebagai saprofit. Pada saat
tidak ada tanaman padi, cendawan ini dapat menginfeksi beberapa gulma
di pematang juga tanaman palawija yang biasanya digunakan untuk
pergiliran tanaman seperti jagung dan kacang-kacangan. Cendawan ini
bertahan di tanah dalam bentuk sklerosia maupun miselium yang dorman.
Sklerosia banyak terbentuk pada tumpukan jerami sisa panen maupun pada
seresah tanaman yang lain. Selama pengolahan tanah sklerosia tersebut
dapat tersebar ke seluruh petakan sawah dan menjadi inokulum awal
penyakit hawar pelepah pada musim tanam berikutnya.Fenomena ini
menunjukkan bahwa sumber inokulum penyakit hawar pelepah selalu
tersedia sepanjang musim.
Pengendalian
Hawar pelepah padi (Rhizoctonia solani Kuhn.) dapat dikendalikan secara kimia, biologi, dan teknik budidaya. Pengendalian
secara kimia dengan menggunakan fungisida berbahan aktif benomyl,
difenoconazol, mankozeb, dan validamycin dengan dosis 2cc atau 2g per
satu liter air dapat menekan perkembangan cendawan R. solani Kuhn dan
keparahan hawar pelepah.
Pengendalian secara biologi dengan
penyemprotan beberapa bakteri antagonis dapat mengurangi tingkat
keparahan hawar pelepah. Penambahan bahan organik yang sudah
terdekomposisi sempurna/sudah matang (kompos jerami dengan C/N rasio
±10) dengan dosis 2 ton/ha, dapat menekan perkecambahan sklerosia di
dalam tanah dan menghambat laju perkembangan penyakit hawar pelepah di
pertanaman.
Pengendalian dengan teknik budidaya
diantaranya yaitu menerapkan jarak tanam tidak terlalu rapat,
pemupukan komplit dengan pemberian nitrogen sesuai kebutuhan, serta
didukung oleh cara pengairan yang berselang. Cara ini dapat menekan
laju infeksi cendawan R. solani pada tanaman padi. Disamping itu,
pengurangan sumber inokulum di lapangan dapat dilakukan dengan sanitasi
terhadap gulma-gulma disekitar sawah.
Pengendalian penyakit
hawar pelepah mempunyai peluang keberhasilan yang lebih tinggi bila
taktik-taktik pengendalian tersebut di atas dipadukan (pengendalian
penyakit secara terpadu).
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar